BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan sesungguhnya
adalah transformasi budaya, sehingga persoalan budaya dan karakter bangsa yang
kurang baik akan menjadi sorotan tajam masyarakat terhadap pelaksanaan
pendidikan di setiap satuan pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai
alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi
baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,
pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam
berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah
budaya dan karakter bangsa, mengapa
tidak karena pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya. Memang
diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang
tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat
dalam waktu yang relatif lama sehingga membangun pendidikan sesungguhnya
investasi jangka panjang.
B. Tujuan
Tujuan
menyusun makalah ini supaya dapat mengetahui, pengertian, konsep, prinsip dan
pengembangan kurikulum berbasis karakter bangsa dan budaya.
C. Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian kurikilum budaya dan karakter bangsa ?
b. Jelaskan
konsep – konsep pengembangan kurikulum !
c. Jelaskan
pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter bangsa !
d. Jelaskan
Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan !
e. Sebutkan
tahap – tahap dalam pengembangan kurikulum berbasis budaya !
BAB II
PEMBAHASAN
Pengembangan Kurikulum Berbasis Karakter
Bangsa dan Budaya
Istilah
karakter merujuk pada ciri khas, perilaku khas seseorang atau kelompok,
kekuatan moral, atau reputasi. Dengan demikian, karakter adalah evaluasi
terhadap kualitas moral individu atau berbagai atribut termasuk keberadaan
kurangnya kebajikan seperti integritas, keberanian, ketabahan, kejujuran dan
kesetiaan, atau perilaku atau kebiasaan yang baik. Ketika seseorang memiliki
karakter moral, hal inilah yang membedakan kualitas individu yang satu
dibandingkan dari yang lain (Wood, 2009).
Karakter
juga dipahami sebagai seperangkat ciri perilaku yang melekat pada diri
seseorang yang menggambarkan tentang keberadaan dirinya kepada orang lain.
Penggambaran itu tercermin dalam prilaku ketika melaksanakan berbagai aktivitas
apakah secara efektif melaksanakan dengan jujur atau sebaliknya, apakah dapat
mematuhi hukum yang berlaku atau tidak (Kurtus, 2009). Walaupun prilaku sering
dihubungkan dengan kebribadian, tetapi kedua kata ini mengandung makna yang
berbeda. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat bawaan, sedangkan karakter
terdiri atas prilaku-prilaku yang diperoleh dari hasil belajar. Merujuk pada
pendapat Wood dan kurtus bahwa konsep pendidikan karakter adalah proses
pendidikan yang bertujuan menciptakan peserta didik yang berkarakter, artinya
menciptakan generasi yang cerdas., berbudi pekerti luhur, agamis dan selalu
menjunjung tinggi nilai – nilai budaya bangsa dalam kehidupan sehari –hari.
Konsep
tersebut menjadi tantangan bagi para pendidik untuk dapat diimplementasikan
dalam setiap materi pelajaran sehingga menjadi konsep dan tanggung jawab
bersama yang bersifat integral sesuai dengan amanat dari Undang – undang No 20
tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.
A. Pengertian Kurikulum
Budaya dan Karakter Bangsa
Sesuai
dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab (Pasal 3 UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral,
norma dan keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa
dan mendasari perilaku seseorang sebagai dirinya, anggota masyarakat, dan
warganegara. Budaya mengatur perilaku seseorang mengenai sesuatu yang dianggap
benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter adalah watak yang terbentuk dari nilai, moral, dan norma yang
mendasari cara pandang, berfikir, sikap, dan cara bertindak seseorang serta
yang membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud dari
karakter seseorang yang menjadi anggota masyarakat bangsa tersebut.
Kurikulum
budaya dan karakter bangsa adalah kurikulum yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
pada diri peserta didik sehingga menjadi dasar bagi mereka dalam berpikir,
bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota
masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
dimiliki peserta didik tersebut menjadikan mereka sebagai warganegara Indonesia
yang memiliki kekhasan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.
Apa
yang dimaksud kurikulum berbasis budaya? Kurikulum berbasis budaya merupakan
sebuah kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan berbudaya. Berbudaya
berarti setiap individu mampu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai –
nilai kemanusiaan yang berkembang dimasyarakat. Nilai – nilai kemanusiaan yang
berlaku dan diakaui masyarakat dijadikan acuan untuk menentukan materi, proses
dan system evaluasinya.
v Ciri
– ciri kurikulum berbasis budaya
-
Pertama,
berorientasi pada pembentukan manusia berwatak, beradab dan bermartabat
-
Kedua,
materi pembelajarannya dikembangkan dari berbagai sumber
-
Ketiga,
menekankan pada pembudayaan segenap potensi peserta didik
-
Keempat,
sistem penilaiannya menekankan dimensi proses dan hasil.
Kurikulum
berbasis budaya dapat juga dipahami sebagai suatu bentuk inovasi kurikulum yang
ingin mengedepankan pengembangan segenap potensi peserta didik atas dasar
watak, peradaban, dan martabat. Kurikulum perlu dikaitkan dengan tatanan nilai
– nilai kemanusiaan yang berlaku dimasyarakat. Banyaknya materi pelajaran bukan
lagi merupakn prioritas utama pengembangannya, namun, yang lebih penting adalah
“Bagaimana mengembangkan dimensi- dimensi kurikulum yang mampu membuka
pengekangan – pengekangan yang menghalangi perkembangan potensi peserta didik“
(Tilaar, 1999).
Berdasarkan
uraian diatas,sesungguhnya kurikulum berbasis budaya dipandang relevan
diterapkan dalam sisdiknas kita. Ditinjau dari sisi filosofi, kurikulum berbasis budaya sesuai dengan hakekat
proses pendidikan yang pemanusiaan peserta didik. Proses pendidikan merupakan
proses pembudayaan peserta didik. Dari sisi
sosiologi,kurikulum berbasis budaya, sesungguhnya merupakan desain kurikulum
yang menyiapkan warga masyarakat yang menghargai nilai – nilai budaya yang
berkembang dimasyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan diharapkan tidak
terasing dengan lingkungannya. Sedangkan ditinjau dari sisi psikologis, kurikulum berbasis budaya mengutamakan
perkembangan potensi peserta didik yang manusiawi.
B.
Konsep
– konsep pengembangan kurikulum
1) Merencanakan
kurikulum
Menurut
Hilda Taba (Lukmanul hakim, 2008), bahwa didalam merancang kurikulum setidaknya
berpijak dari fungsi dasar pendidikan yaitu :
v Pendidikan
berfungsi memelihara dan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda,
artinya mengajar berarti menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai hasil kebudayaan
yang menjadi isi atau materi pembelajaran melalui proses penuangan atau
imposisi.
v Pendidikan
berfungsi mengubah dan memperbaiki kebudayaan, artinya proses pembelajaran
lebih mencerminkan iklim democratis. Siswa dituntut untuk mengkaji , menilai,
dan menemukan bentuk – bentuk hasil kebudayaan , termasuk ilmu pengetahuan yang
dipandang lebih dan sesuai dengan tuntutan kehidupan, baik dimasa kini maupun
masa yang akan datang. Siswa belajar tidak hanya dengan cara menerima semua apa
yang disampaikan guru , tetapi mengolah, menguji, mengkaji, dan menemukan
bentuk – bentukpengetahuan atau hasil belajar tertentu melalui upaya yang
dilakukan sendiri dengan bimbingan dan
arahan dari guru.
v Pendidikan
berfungsi mengembangkan kemampuan, kecakapan dan pribadi setiap individu.
Artinya, siswa dipandang sosok yang mempunyai potensi, kecakapan, minat, dan
kepribadian yang berbeda satu dengan lainnya. Atas dasar itu setiap siswa bebas
memilih bentuk –bentuk belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
Tujuan pembelajaran adalah membentuk pribadi yang bersifat utuh, sehingga
setiap individu dapat mewujudkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki
masing – masing.
2) Organisasi
hukum
Menurut
Hilda Taba bahwa Organisasi kurikulum mungkin dapat dipandang sebagai ‘one of
the most potent factors (Nasution, 1990), yaitu salah satu factor yang sangat
penting yang menentukan bagaimana belajar akan berlangsung. Dalam organisasi
Kurikulum ini terdapat beberapa factor yang perlu mendapat pertimbangan yaitu
masalah scope, sequence, kontinuitas, keseimbangan, dan integrasi.
Ø Kurikulum
inti, ciri – cirinya adalah merupakan rangkaian pengalaman yang saling
berkaitan, direncanakan secara kontinu, didasarkan atas masalah, bersifat
pribadi dan social, diperuntukkan bagi semua siswa.
Ø Kurikulum
terpadu, adalah usaha mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran.
Integrasi ini dapat tercapai dengan memusatkan palajaran pada masalah tertentu
yang memerlukan pemecahannya dengan bahan dari segala macam disiplin atau
matapelajaran yang diperlukan. Bahan mata pelajaran menjadi instrumental dan
fungsional untuk memecahkan masalah itu. Batas – batas mata pelajaran dapat
ditiadakan.
Ø Kurikulum
gabungan, kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum subjek yang terpisah –
pisah. Agar pengetahuan anak tidak lepas – lepas maka diusahakan hubungan
antara dua mata pelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok yang
pada hakikatnya mempunyai hubungan yang erat.
Beberapa
organisasi kurikulum diatas bukan menjadi persoalan yang signifikan untuk
dipertentangkan karena pada pelaksanaannya beberapa organisasi kurikulum dapat
dijalankan secara berdampingan. Karena masing – masing dari organisasi
kurikulum tersebut mempunyai kelemahan dan kelebihan serta saling melengkapi.
C.
Pengembangan
kurikulum berbasis pendidikan karakter bangsa
Pencapaian
Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama yaitu guru,
orang tua dan lingkungan. Oleh karena itu perencanaan kurikulum seharusnya
mempertimbangkan factor – factor yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut.
Menurut Nasution Dalam merencanakan kurikulum sebaiknya guru berpedoman pada :
a. Apa yang akan dipelajari
b. Kepada
siapa diajarkan
c. Apa
sebab diajarkan, dengan tujuan apa
d. Dalam
urutan yang bagaimana
Oleh
karena itu perencanaan kurikulum bersifat dinamis, guru harus mampu melihat
kebutuhan siswa sesuai dengan permasalahan yang muncul, dilihat dari segi
kebutuhan individu, masyarakat, Negara dan dunia. Guru seharusnya dapat
mengimplementasikan beberapa kebutuhan siswa tersebut secara seimbang dalam
berbagai materi pelajaran.
Berkaitan dengan munculnya permasalahan – permasalahan yang berkaitan dengan
terancamnya kedaulatan bangsa ( gerakan NII ), membuat para pendidik harus
meninjau ulang bagaiamanakah seharusnya kurikulum kita dapat dikembangkan untuk
menjawab permasalahan tersebut. Kemampuan
intelektual harus diimbangi dengan Pendidikan yang menjunjung tinggi nilai
budaya bangsa. hal ini akan memunculkan generasi – generasi yang menjunjung
tinggi nilai – nilai nasionalisme, sehingga kecerdasan intelektual yang
terbentuk pada diri siswa akan membawa kepada kemaslahatan bangsa dan Negara.
oleh sebab itu sebaiknya guru dapat mengimplementasikan pendidikan yang
berkarakter budaya bangsa tersebut dalam setiap pelajaran misalnya dapat
melalui hiden kurikulum yang dilakukan oleh seluruh komponen pendidik
disekolah.
v
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui berbagai kegiatan belajar di :
1. kelas
2. sekolah
3. luar
sekolah melalui kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan lain yang dirancang
sekolah
v Pentingnya
Pendidikan karakter bangsa bagi siswa
Pada bab II pasal 3 undang – undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Sebagaimana dijelaskan dalam tujuan pendidikan nasional diatas bahwa
salah satu sasaran dari proses pendidikan adalah menciptakan generasi bangsa
yang berwatak dan menciptakan peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini
mengisyaratkan bahwa didalam proses pendidikan harus mengimplementasikan tujuan
yang berorientasi pada pembentukan karakter siswa sesuai dengan kepribadian dan
budaya bangsa, sehingga dapat menanamkan nilai – nilai nasionalisme dalam
pendidikan Pembangunan karakter dan jati diri bangsa merupakan cita-cita luhur
yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang terarah dan
berkelanjutan.
Penanaman nilai-nilai
akhlak, moral, dan budi pekerti seperti tertuang dalam Undang- undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus menjadi
dasar pijakan utama dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi sistem
pendidikan nasional. Dunia pendidikan kita saat ini tampaknya telah
terkontaminasi iklim budaya barat yang begitu mengunggulkan nilai – nilai
intelektual berbasis science tetapi miskin dengan nilai – nilai moral spiritual
dan nilai budaya bangsa, sehingga pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan tidak
diimbangi dengan perkembangan peradaban yang sesuai dengan norma dan adat
budaya bangsa. hal ini terbukti banyak catatan prestasi yang ditorehkan para
pelajar Indonesia di tingkat internasional karena hampir di setiap kompetisi
ilmu pengetahuan baik tingkat regional seperti di ASEAN, Asia maupun internasional,
wakil Indonesia selalu menyabet medali. Tetapi sayangnya dinegeri sendiri
prestasi itu harus ternodai dengan adanya kasus korupsi, terorisme ataupun
kasus – kasus yang mengancam kedaulatan bangsa. Oleh karena itu, rekonstruksi
Sisdiknas bisa dijadikan sebagai filter bagi dampak negatif serbuan
globalisasi. Jangan sampai mudah terpengaruh dan menjadi bangsa yang tidak
memiliki karakter. Maka imbauan mengenai pembentukan dan pembinaan karakter
bangsa menuju masyarakat yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan menjunjung
tinggi semangat nasionalisme menjadi suatu tantangan ke depan. Sekolah
merupakan agen yang sangat efektif dalam membentuk dan membina karakter siswa
yang berbudaya dan bernilai kebangsaan melalui pengembangan kurikulum yang
berbasis pada pendidikan karakter bangsa. oleh karena itu melalui KTSP sekolah
dituntut untuk selalu mengembangkan serta mengevaluasi program pembelajaran
yang ada sehingga mampu menjawab tantangan globalisasi yang bersifat dinamis.
v Menurut
ahmad yaumi Ada beberapa alasan yang mendasari pentingnya pendidikan karakter
bangsa bagi siswa adalah :
a.
Dampak arus globalisasi yang membawa kehidupan menjadi semakin komplek
merupakan tantangan baru bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia
memasuki milenium ketiga sekarang ini. Persinggungan budaya lokal, nasional,
dan budaya-budaya asing adalah bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan
kita sehari-hari. Tumbuh kembangnya budaya lokal dan nasional akan menghadapi
dilema yang amat besar jika pengaruh budaya asing tidak segera disaring melalui
gerakan peduli budaya. Kepedulian terhadap budaya sendiri akan memperkuat
pemahaman terhadap nilai-nilai kelokalan yang dapat menyaring hadirnya pengaruh
budaya asing yang bisa membawa dampak terhadap dangkalnya pemahaman kita terhadap
nilai-nilai keindonesiaan secara menyeluruh. Penguatan nilai-nilai budaya
sendiri adalah wujud dari bangkitnya rasa nasionalisme yang mengedepankan
kecintaan terhadap bangsa kita sendiri seperti ikrar yang dikumandangkan oleh
para pemuda Indonesia melalui “Sumpah Pemuda” yakni kecintaan terhadap tanah
air, bangsa, dan bahasa Indonesia.
b.
Adanya kenyataan bahwa telah terjadi penyempitan makna pendidikan dilihat dari
perspektif penerapannya di lapangan. Pendidikan telah diarahkan untuk membentuk
pribadi cerdas individual semata dan mengabaikan aspek-aspek spiritualitas yang
dapat membentuk karakter peserta didik dan karakter bangsa, yang merupakan
identitas kolektif, dan bukan pribadi (Kartadinata, 2009). Seperti dijelaskan
sebelumnya bahwa dalam sistem pendidikan nasional jelas tertuang bahwa tujuan
pendidikan nasional bukan sekadar membentuk peserta didik yang memiliki
kecerdasan intelektual dan keterampilan semata, melainkan juga harus beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, mandiri, kreatif, supaya menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan juga berfungsi membangun karakter,
watak, serta kepribadian bangsa.
c. Pendidikan yang diselenggarakan saat ini masih didominasi oleh berbagai
dogma, dalil-dalil, atau ajaran yang diperoleh dari Barat (Alwasilah, 2009).
Padahal secara kultural, pendidikan yang diselenggarakan harus tergali dari
nilai luhur bangsa Indonesia sendiri. Berbagai pemikiran Ki Hajar Dewantara
(KHD) yang telah tertuang dalam berbagai referensi seharusnya dapat dikaji
kembali agar dapat dirumuskan dan diimplementasikan. Ranah kognisi, afeksi, dan
psikomotorik yang merupakan produk Amerika dalam taksonomi pembelajaran tidak
lebih sempurna dari taksonomi KHD yang terdiri atas olah otak, olah rasa, olah
hati, dan olah raga. Namun, dalam realitasnya, guru dan para perancang
pembelajaran lebih cenderung merujuk pada taksonomi Bloom yang akar spiritualitasnya
belum terintegrasikan.
D. Pendekatan
Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang
digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan
lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.
nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan,
mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata
pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam
setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini
memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
v
Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa bukanlah bahan ajar
biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang
dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur,
atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA,
IPS, matematika, pendidikan jasmani dan
kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai
bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
E. Tahap – tahap
dalam pengembangan kurikulum berbasis budaya
a. Perencanaan
Kegiatan
pokok yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah merancang dan memgembangkan
silabus yang merupakan panduan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Prinsip –
prinsip yang dipakai untuk mengembangkan silabus tak bisa dilepaskan dari
prinsip– prinsip pengembangan kurikulum pada umumnya. Hal ini dikarenakan
silabus merupakan salah satu produk kurikulum. Selanjutnya apabila disepakati
bahwa silabus merupakan salah satu produk kurikulum sebagai pedoman tertulis,
tentu membawa konsekuensi terhadap aspek – aspek yang dikembangkan, artinya
aspek – aspek yang ada dalam silabus haruslah merupakan aspek – aspek yang
terdapat dalam kurikulum. Beberapa aspek pokok yang perlu ada dalam silabus
sebagaimana aspek yang tercangkup dalam kurikulum berbasis budaya adalah rumusan
kompetensi, hasil belajar, indikator keberhasilan, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, evaluasi, alokasi waktu dan sumber bahan.
Nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa
dikembangkan dalam setiap pokok bahasan dalam mata pelajaran. Nilai-nilai
tersebut dicantumkan dalam silabus. Pengembangan nilai-nilai tersebut dalam
silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
1. mengkaji SK dan KD
untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum
di atas sudah tercakup didalamnya
2.
menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara
SK/KD dengan nilai dan indikator
3.
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dalam tabel tersebut ke dalam silabus mengembangkan RPP berdasarkan silabus yang sudah disusun.
b.
Implementasi
Beauchamp
(1975 : 164 ) mengartikan implementasi kurikulum sebagai “ a process of futting the
curriculum to work”. Fullan ( Miller dan Seller, 1985 :246 ) mengartikan
implementasi kurikulum sebagai “ The
futting into practice of an idea, prgram or set of activities which is new to
the individual or organization using it “. Berdasarkan atas dua pendapat
tersebut, sesungguhnya implementasi kurikulum merupakan suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mewujudkan atau melaksanakan kurikulum (dalam arti rencana
tertulis) kedalam bentuk nyata dikelas, yaitu terjadinya proses transmisi dan transformasi segenap pengalaman belajar kepada pesrta didik.
Ø Dua pola penerapan
kurikulum berbasis budaya
v Pertama, mengembangkan
desain kurikulum ( silabus atau rancangan pelaksanaan pembelajaran ) dengan
berwawasan budaya. Artinya aspek – aspek kurikulum yang terkait dalam desain
kurikulum dikembangkan dengan mengacu pada wawasan budaya bangsa, misalnya :
pengembangan materi pembelajaran dikaitkan dengan nilai – nilai luhur yang
berlaku dimasyarakat. Konsekuensinya, implementasinya tentu menggunakan model –
model pembelajarn berbasis budaya.
v Kedua, menggunakan
desain kurikulum berbasis budaya dalam implementasi kurikulum yang sedang
berjalan. Disini yang perlu ditekankan adalah penggunaan model – model
pembelajaran bebasis budaya dalam kegiatan pembelajaran sehari – hari. Model –
model pembelajaran berbasis bdaya yang bisa digunakan adalah model pembelajaran
pemecahan masalah, model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran kontektual
dan model yang lainnya.
c.
Evaluasi
Evaluasi
kurikulum berbasis budaya, sebagaimana yang berlaku pada desain kurikulum
lainnya bertujuan untuk mengetahui tentang kelayakan kurikulum berbasis budaya,
baik dalam bentuk rancangan, maupun hasil. Hasil evaluasi digunakan untuk
menetapkan nilai dan arti terhadap kurikulum berbasis budaya yang sedang
berjalan. Sasaran kegiatan evaluasi kurikulum berbasis budaya, sesuai dengan
tujuannya, meliputi : evaluasi terhhadap rancangan, implementasi, dan hasil
belajar. Pendekatan evaluasi yang digunakan bisa dalam bentuk pendekatan
kuantitatif dan atau kualitatif.
Evaluasi
terhadap rancangan kurikulum ingin melihat kualitas substansi dan format
rancangan. Evaluasi terhadap substansi rancangan kurikulum menitik beratkan
pada aspek – aspek esensial rancangan kurikulum dan keterkaitannya diantara
aspek aspek evaluasi tersebut. Evaluasi
terhadap implementasi kurikulum berbasis budaya bertujuan untuk mengetahui
kualitas proses implementasi kurikulum ( kegiatan pembelajaran ) di sekolah
(kelas dan luar kelas). Fokus evaluasi diarahkan pada langkah – langkah
pembelajarna dan dinamika interaksi pendidik dengan peserta didik.
Penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter
didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur
di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya
perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/ dipelajari/dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara)
apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan
dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan
tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh.
Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang
tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang
bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat
guru berada di kelas atau di sekolah. Model yang dinamakan anecdotal record
(catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan
nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu guru dapat
pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau hal yang menuntut
peserta didik mengemukakan posisi dirinya atau kesesuaian/ketidaksesuaian sikap
dirinya terhadap persoalan tersebut.
Sebagai contoh, peserta didik dimintakan sikapnya terhadap upaya
menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain
yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang
konflik pada dirinya.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan,
dan sebagainya guru dapat memberikan kesimpulannya/pertimbangan tentang
pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan/pertimbangan
tersebut dapat dinyatakan dalam
pernyataan kualitatif sebagai berikut:
BT =
Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda
awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
MT = Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah
mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam
indikator tetapi belum konsisten)
MB = Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan
mulai konsisten)
MK =
Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku
yang dinyatakan dalam indikator secara
konsisten.
Ø Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak
boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan
budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak
dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar
budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya
dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya.
Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang
yang tidak menyukai budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta
didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat
(kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya
nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila
peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan
baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya
bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar
dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing).
Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya
nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula
kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada
titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro
akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan
menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara
bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri
ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang
diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional
(UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk
mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan
bangsa.
Pendidikan adalah suatu proses
enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke
generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa
dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan,
pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan
kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi
baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan
karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan. Proses
pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yang terintegrasi disetiap mata
pelajaran yang ada di satuan pendidikan sehingga harus ditegaskan implentasinya
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan yang selanjutnya dituangkan dalam silabus
dan rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya
dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan
yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi
atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan
budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang
berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan
nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
Ø Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
- pengembangan: pengembangan potensi peserta didik
untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa;
- perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional
untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang
lebih bermartabat; dan
- penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang bermartabat.
Ø Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
- mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif
peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa;
- mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta
didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius;
- menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
- mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
- mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan
(dignity).
Ø Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi
dari:
-
Agama:
masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama. Secara
politis kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang berasal dari agama.
-
Pancasila:
negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD
1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945
tersebut. Artinya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila menjadi nilai-nilai
yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan
seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta
didik menjadi warganegara yang lebih baik dan warganegara yang lebih baik
adalah warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya
sebagai warganegara.
-
Budaya
adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut.
Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu
konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi
budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya
menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
-
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah kualitas manusia Indonesia yang
harus dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan
jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan
yang harus dimiliki seorang warganegara. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka
dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
·
Religius : suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
·
Jujur: perilaku yang didasarkan pada kebenaran,
menghindari perilaku yang salah, dan menjadikan dirinya menjadi orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
·
Toleransi: suatu tindakan dan sikap yang menghargai
pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, dan
tindakan dirinya.
·
Disiplin: suatu tindakan tertib dan aptuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya.
·
Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan untuk
selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan
sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai pada waktunya
·
Kreatif:
berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang telah
dimiliki
·
Mandiri:
kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
·
Demokratis:
sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
dalam kedudukan yang sama
·
Rasa ingin tahu: suatu sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam
dan meluas dalam berbagai aspek terkait.
·
Semangat
kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
·
Cinta tanah air:
suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
·
Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
·
Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang
lain.
·
Cinta damai:
suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain senang dan dirinya
diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan bangsa
·
Senang membaca: suatu kebiasaan yang selalu
menyediakan waktu untuk membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
·
Peduli sosial:
suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan untuk membantu
orang lain dan masyarakat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
·
Peduli
lingkungan: suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum
budaya dan karakter bangsa adalah kurikulum yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
pada diri peserta didik sehingga menjadi dasar bagi mereka dalam berpikir,
bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota
masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
dimiliki peserta didik tersebut menjadikan mereka sebagai warganegara Indonesia
yang memiliki kekhasan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Menciptakan
manusia yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan menjunjung tinggi semangat
nasionalisme menjadi suatu keharusan dan tantangan bagi dunia pendidikan kita.
Oleh karena itu sekolah sebagai agen pendidikan formal harus mampu mendesain
kurikulum yang mengimplementasikan tujuan tersebut diatas, salah satunya
melalui kuikulum yang berbasis pendidikan karakter bangsa.
B. Saran
Kurikulum
merupakan jantung nya sebuah pendidikan, agar pendidikan mengalami kemajuan
maka kurikulum pun harus dikembangkan dengan kerikulum karakter bangsa dan
budaya agar tujuan dalam pendidikan tercapai, sebagai contoh dengan Pendidikan Karakter diharapkan menjadi
kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah
untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya. Dalam membangun
karakter yang baik itu berasal dari lingkungan sekolah yang positif, sehingga
lingkungn sekolah pun harus menjadi pusat perhatian guru. Kemudian selain itu, kurikulum
harus dipadukan dengan nilai – nilai budaya yang ada dimasyarakat untuk
menciptakan karakter anak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
·
Mulyana, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
·
Hasan, S. Hamid.
2000. Pendekatan Multikultural untuk
Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya
·
Djohar . 1999 . Reformasi dan masa depan pendidikan di
indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
·
Tilaar . 1999.
Pendidikan, kebudayaan dan masyarakat madani indonesia. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
·
Beauchamp, G. (
1975 ). Curruculum theory. Willmette, Illionis: The Kagg Press